Kamis, 17 Desember 2015

#ISD Kemajemukan di Indonesia dari Segi Pendekatan Konsensus - Konflik Ambon

Kerusuhan yang terjadi di Kota Ambon dan sekitarnya, telah menelan ratusan atau ribuan korban jiwa manusia, ribuan rumah penduduk, puluhan tempat ibadah, serta ratusan sarana perekonomian. Kerusuhan dimaksud ternyata telah membawa dampak negatif, sehingga sangat mempengaruhi terganggunya sistem pendidikan dan aktivitas ekonomi masyarakat, hubungan sosial, dan kekerabatan.  Jika dibandingkan dengan kerusuhan di tempat-tempat lain, Kerusuhan di Ambon dan sekitarnya merupakan yang terlama dengan kerugian yang terbesar. Ini disebabkan, pola kerusuhan Ambon sama sekali berbeda dengan yang terjadi pada tempat-tempat lainnya di Indonesia, dan faktor pemicunya juga sangat mendasar.

Kerusuhan di Ambon yang mulai terjadi sejak tanggal 19 Januari 1999, diawali dengan terjadinya pertikaian pribadi antara seorang pendatang beragama Islam dengan seorang Anak Negeri Kristen, yang kemudian melibatkan dua kelompok masyarakat berlabel agama, yaitu Kelompok Islam dan Kelompok Kristen. Awal kerusuhan terjadi di Tempat Pemberhentian Mobil Angkutan di Batu Merah, dimana seorang pendatang beragama Islam dan seorang Anak Negeri Kristen, sopir mobil angkutan kota Jurusan Batu Merah, terlibat pertikaian, kemudian si Anak Negeri Kristen meninggalkan lokasi kejadian dan kembali dengan beberapa temannya yang sekampung dan mengejar si pendatang beragama Islam.Pendatang beragama Islam ini selanjutnya melarikan diri memasuki Desa Batu Merah dan kembali dengan massa Islam yang membawa berbagai senjata tajam, kemudian mengejar si Anak Negeri Kristen dan teman-temannya, sehingga mereka lari memasuki Kampung Mardika, yang berbatasan dengan Desa Batu Merah. Masyarakat Mardika yang melihat massa Batu Merah mengejar massa yang masuk ke dalam kampungnya sebagai tindakan penghadangan, sehingga terjadilah saling melempar batu antar kedua kelompok massa, yang berakhir dengan dibakarnya 4 (empat) buah rumah penduduk warga Mardika. Saat itu, masyarakat pada lokasi-lokasi pemukiman Kristen mulai mengetahui adanya pertikaian antara Mardika dan Batu Merah, dan tampaknya solidaritas kelompok yang telah mengental dan lemahnya budaya lokal sebagaimana dikonstatasi sebelumnya, mendorong keterlibatan kelompok Pemuda Kristen dari belakang Soya, lokasi terdekat dengan Mardika, secara berkelompok untuk menuju Mardika guna memberi membantu. Kerusuhan masih berlanjut secara massal sampai tanggal 5 Maret 1999. Ini diduga kuat sebagai akibat munculnya semangat ber-jihad yang dibakar oleh gerakan Islam secara nasional tersebut. Pada tanggal tersebut massa yang semula berkumpul di Mesjid Al Fatah menyerang wilayah di sekitar Gereja Silo, diikuti oleh pembakaran gedung sekolah SD Latihan yang sementara ditempati para pengungsi beragama Kristen dari Silale. Muncullah reaksi balik dari massa yang beragama Kristen, sehingga menyulut kerusuhan di beberapa tempat sekitarnya. Kerusuhan ini menelan cukup banyak korban manusia baik yang luka berat dan ringan maupun yang meninggal.

Titik terang untuk menyelesaikan konflik di Ambon mulai terlihat ketika kesediaan dua pihak-yang terlibat dalam konflik-hadir mengikuti pertemuan pendahuluan di Makassar. Rencananya, hasil pertemuan akan diteruskan dalam perundingan di Malino, Kabupaten Gowa, yang dijadwalkan berlangsung 5-7 Februari 2002. Pertemuan tertutup dengan 15 orang perwakilan kelompok Nasrani dilakukan di Tanaberu Room, Hotel Losari Beach, Jalan Penghibur, dari pukul 16.20 sampai pukul 19.00. Sementara, pertemuan dengan kelompok Muslim dilakukan di Hotel Kenari mulai pukul 19.30. Hadir sebagai fasilitator pertemuan tersebut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) HM Jusuf Kalla, Gubernur Maluku Saleh Latuconsina, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) HZB Palaguna, dan Kepala Badan Intelijen Polri Inspektur Jenderal W Simatupang.

Untuk mengakhiri konflik di Maluku sebenarnya bisa dilakukan dengan benar-benar menjalankan isi kesepakatan damai Malino II untuk Maluku. Adanya suara-suara untuk mementahkan isi kesepakatan dengan rencana menggelar ulang perundingan damai adalah tidak perlu. Perundingan boleh saja dilakukan tetapi melanjutkan perundingan Malino II, agendanya untuk menyempurnakan kesepakatan damai yang telah dicapai.

Tanggungjawab penyelesaian konflik adalah tetap pada pemerintah pusat. Meskipun di era otonomi daerah, aparat daerah memiliki kebebasan untuk mengatur rumah tangga sendiri, namun dalam UU No. 22 Tahun 1999 yang merupakan otonomi daerah menyebutkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali, diantaranya, pertahanan keamanan. Oleh karena itu, penciptaan keamanan di daerah tetap merupakan tugas dan tanggung jawab Pusat.

Upaya pusat yang telah menggelar perundingan Malino II sehingga membuahkan kesepakatan damai adalah cukup terpuji. Hal tersebut merupakan bukti tanggung jawab pusat dalam upaya pemeliharaan keamanan. Dalam tahap implementasi di lapangan, pelaksanaan kesepakatan damai Malino II merupakan tugas dari PDSD, Pangdam/Pangkoopslihkam, dan segenap jajarannya. Keberhasilan tugas ini sangat ditentukan oleh kesatuan langkah dan kekompakan setiap aparat pemerintah dan keamanan.

Pelaksanaan Poin 2,3, dan 5 dari kesepakatan Damai Malino II sangat menentukan keberhasilan penguasa dalam mengakhiri konflik Maluku. Poin dua yang berbunyi :menegakkan supremasi hukum secara adil dan tidak memihak. Karena itu, aparat harus bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya". Poin ini penting karena pemerintah harus bertindak adil. Selama pemerintah bersikap berat sebelah, akan timbul ketidakpuasan salah satu pihak. Akibatnya pihak yang merasa dirugikan tersebut akan terus mengobarkan permusuhan. Tindakan pemerintah untuk menagkap para pemimpin pihak-pihak yang bertikai seperti Panglima Laskar Jihad, Pemimpin FKM/RMS, dan Laskar Kristus/Gang Coker adalah tepat. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengadili mereka seadil-adilnya.

Poin tiga berbunyi "Menolak segala bentuk gerakan separatis termasuk Republik Maluku Selatan". Poin ini penting untuk menjaga tetap terpeliharanya integrasi bangsa. Gerakan separatis, seperti RMS, apapun alasannya adalah organisasi yang makar terhadap negara, oleh karena itu wajib diberantas. Negara bisa melakukan tindakan kekerasan terhadap separatis. Aparat tidak perlu takut dengan ancaman melanggar HAM, karena pada dasarnya keutuhan negara lebih penting. Negara memiliki legalitas untuk menumpas gerakan separatis. Poin lima berbunyi"Segala bentuk organisasi, satuan kelompok atau laskar bersenjata tanpa izin di Maluku dilarang dan harus menyerahkan senjata atau dilucuti dan diambil tindakan sesuai hukum yang berlaku. Bagi pihak-pihak luar yang mengacaukan Maluku, wajib meninggalkan Maluku".Poin ini penting demi membersihkan Maluku dari pihak-pihak yang memperkeruh keadaan. Berbagai laskar dan LSM luar Maluku, semuanyawajib meninggalkan Maluku, agas suasana damai masyakarat di daerah konflik berdarah itu cepat terwujud. Untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut, diperlukan sikap tegas dan adil dari PDSD Maluku. Siapapun yang "bermain" dan memperkeruh suasana di Maluku harus ditindak tegas, tanpa pandang bulu.



Daftar Pustaka:
Sugiarto, Toto.2002.Penyelesaian Konflik Maluku.[online].Tersedia:  http://www.oocities.org/unpatti67/suarakarya090702.htm
Kompas.2002.Penyelesaian Konflik Ambon Peroleh Titik Temu.[onine]. Tersedia:   http://www.oocities.org/waai67/kompas310102.htm
Ajawaila, DR. J. W, dkk.1999.Proposal Pemecahan Masalah Kerusuhan di Ambon.[online]. Tersedia: http://www.fica.org/hr/ambon/idRusuh1.html
Siwalimanews.com.2012.Perjanjian Malino Beri Kontribusi Selesaikan Konflik Maluku.[online]. Tersedia: http://www.siwalimanews.com/post/perjanjian_malino_beri_kontribusi_selesaikan_konflik_maluku

Rabu, 02 Desember 2015

#ISD Kemajemukan di Indonesia dari Segi Pendekatan Konflik - Konflik Sambas

Kalimantan Barat adalah salah satu daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis. Konflik-konflik ini telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. catatan dari Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, Guru Besar Sosiologi Universitas Tanjungpura (Untan), konflik etnis di Kalbar sudah terjadi 12 kali. 

Salah satu Konflik yang terjadi di Kalimantan Barat adalah konflik antara Melayu sambas dan Madura pada tahun 1999. Kita sering mendengar konflik ini disebut dengan Konflik sambas. Terdapat banyak versi mengenai awal mula konflik berkepanjangan ini. Salah satunya yaitu versi yang mengatakan bahwa awal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku melayu yang kemudian dengan adanya serangan suku Madura terhadap suku melayu yang lagi melaksanakan sholat idul fitri yang menyebabkan 3 orang tewas

   Setelah itu, menyusul pertikaian antara Melayu dan Dayak dengan Madura di Kabupaten Sambas pada tahun 1999. Konflik yang ini menjadi lebih parah, sebab ribuan masyarakat Madura di Sambas harus diungsikan ke berbagai lokasi di Kodya Pontianak dan Singkawang. Dan hingga kini,pengungsi tetap dibiarkan bertahan dalam kamp pengungsian dan rumah keluarga sekaligus bergulat dengan 1.001 penderitaan. 

Menelusuri Akar terjadinya Konflik  pada sambas ini, banyak aspek yang memicu konflik antar kelompok masyarakat di Sambas ini terjadi. Kemarahan dan percampuran dendam sebagai akibat dari kecemburuan sosial, sikap kaum Madura, serta perasaan kaum Melayu yang merasa merasa tidak ditempatkan sebagai masyarakat yang memiliki hak sepenuhnya atas tanah dan lingkungan dimana mereka hidup membuat konflik semakin memanas. Perbedaan budaya, dimana masing–masing kelompok berusaha mempertahankan apa yang menjadi budaya dan identitas kelompoknya menjadi konflik tersendiri dalam pertarungan antara Melayu dengan Madura. Suku bangsa Melayu yang cenderung lebih suka mengalah dan lemah lembut tapi lama kelamaan juga panas juga karena sikap dan budaya suku Madura yang cenderung keras dan menggunakan kekerasan sebagai sarana pemecahan masalah. Ketidakmampuan suku bangsa Madura untuk beradaptasi dengan lingkungannya menyebabkan mereka semakin eksklusif dan rela melakukan segala hal jika sesuatu yang buruk terjadi dengan kelompoknya. Berbeda dengan suku Melayu yang cenderung berusaha menghindari konflik, suku Madura melanggengkan adat “carok”nya jika terjadi permasalahan. Bahkan dendam semakin memuncak tatkala Madura menyebut suku Melayu dengan sebutan “Melayu Kerupuk” atas rasa takutnya jika menghadapi masalah

Harus diakui, semakin beruntunnya konflik etnis di Kalimantan Barat, khususnya selama tahun-tahun terakhir, telah melahirkan bibit permusuhan antarkelompok masyarakat begitu subur berkembang. Benih kecurigaan telah bertebaran di mana-mana. Masyarakat sendiri semakin sulit membedakan persoalan pribadi maupun kelompok. Suasana hidup diKalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak dan Kota Pontianak pun menyerupai api dalam sekam. 

Sebenarnya masyarakat Madura dan Kalimantan Barat memiliki hubungan sejarah. Pada awal abad ke-18 saat perang melawan Kerajaan Riau, sejumlah sukarelawan asal Madura yang tergabung dalam pasukan Kerajaan Mataram secara khusus ditugaskan ke Kalbar untuk membantu Kerajaan Sambas. Setelah pertempuran berakhir, sejumlah sukarelawan Madura tidak bersedia kembali ke tanah asalnya. Mereka memilih bertahan di Sambas, lalu menikah dengan gadis Melayu setempat. 

Kedatangan berikutnya pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1902. Setelah itu, eksodus masyarakat Madura secara swakarsa tersebut makin marak hingga saat ini. Di Kalbar, mereka umumnya bekerja sebagai petani, buruh kasar, peternak dan pedagang. Pilihan pekerjaan ini disebabkan tingkat pendidikan mereka rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Di mata penduduk asli Kalbar, masyarakat Madura dinilai rajin, ulet dan terampil dalam memelihara tanaman serta hewan. Seekor sapi yang sebelumnya sangat kurus, setelah dipelihara serta dirawat orang Madura selama beberapa pekan, langsung gemuk. Maka tak heran, kalau kebutuhan daging sapi di Kalbar sebagian besar dipasok masyarakat Madura setempat. 

Akar persoalan selanjutnya, kata mereka, terletak pada tak adanya kepastian hukum. Kalau terjadi kecelakaan, pencurian atau perkelahian, aparat penegak hukum tidak serius menindaknya. Bahkan, memberi peluang bagi pelaku terbebas dari segala tuntutan hukum. Sebagai kompensasi, mereka diberikan sejumlah uang. 

Salah satu bukti kasus Pontianak 25-27 Oktober 2000 lalu. Kasus itu hingga kini sepertinya hendak didiamkan, sebab belum satu pelaku utama atau provokator yang ditangkap atau diseret ke pengadilan. Sebanyak 13 berkas perkara yang dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Pontianak pertengahan November 2000 silam, dengan pelakunya adalah mereka yang kedapatan membawa senjata tajam saat sweeping aparat TNI/Polri.

Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaian kasus sambas menurut Komnas HAM, seperti penyelesaian jangka pendek, menengah dan panjang.

Program jangka pendek yaitu menciptakan ketenangan dan suasana sejuk. Karena menurut Bambang segala sesuatu jika ingin diusut dalam suasana kacau balau tentu tidak akan bisa.

Progam jangka menengah adalah menyangkut pengungsi. Karena perlu diperhatikan apakah hidup pengungsi sudah cukup layak, dari fisik maupun mentalnya. Perlu dipikirkan juga dikemanakankah para pengungsi tersebut.

Program jangka panjang adalah upaya mengantisipasi apabila timbul kejadian-kejadian serupa di lain hari.

Referensi:

Reocities. Kasus Sambas Sangat Kompleks.[online]. Tersedia :  http://reocities.com/Area51/Vault/1534/april/23/berita35724.htm
Wawa, Jannes Eudes.2000.Konflik Etnis di Kalimantan Barat.[online]. Tersedia: http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/12/19/0052.html
Suparlan, Parsudi.2009.Konflik Antar Sukubangsa Melayu, Dayak dengan Madura di Kab. Sambas, Kalbar.[online]. Tersedia: http://etnobudaya.net/2009/09/29/konflik-antar-sukubangsa-melayu-dan-dayak-dengan-madura-di-kab-sambas-kalbar/
Abdurrahman, Hasanudiin. 1999.Fw: Analisa Sambas.[online].Tersedia: https://www.mail-archive.com/indonews@indo-news.com/msg01749.html

Selasa, 03 November 2015

#ISD Manusia sebagai Makhluk Berbudaya

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah s.w.t karena berkat dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia sebagai Makhluk Berbudaya”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Depok, 3 November 2015
Penyusun,





Ega Prasetianti










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN­­
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Manusia
2.1.1 Pengertian Manusia
2.2 Budaya
2.2.1 Pengertian Budaya
2.2.2 Budaya sebagai sistem gagasan
2.2.3 Perwujudan Budaya
2.2.4 Problematika Budaya

BAB III PEMBAHASAN
 3.1 Manusia sebagai Makhluk berbudaya
3.1.1 Pencipta dan Pengguna Budaya
3.1.2 Hakikat Manusia sebagai Makhluk Berbudaya

BAB IV PENUTUP
 4.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang
Manusia adalah salah satu mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna diantara semua mahluk ciptaan-Nya. Manusia dibekali sesuatu yang amat berharga dan istimewa yang tidak dibekalkan Tuhan Yang Maha Esa kepada mahluk ciptaan-Nya yang lain, dengan akal manusia dapat membuat keputusan diantara beberapa pilihan yang ada, mengambil pelajaran yang terjadi dalam kehidupannya baik itu kejadian menyenangkan dan tidak menyenangkan baginya, serta dapat mempertimbangkan baik buruknya segala hal yang akan mempengaruhi kehidupannya.
Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendaya gunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasike generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur seperti  adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni. Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Manusia menjalani hidup sesuai dengan adab-adab yang diterapkan di lingkungan sekitar. Oleh karenanya, manusia harus bersosialisasi dan memenuhi adab-adab yang telah disosialisasikan oleh orang-orang sebelumnya. Orang-orangy ang tidak menjalankan atau menentang adab yang berlaku akan dianggap manusia yang biadab.

Warisan – warisan dari para leluhur umumnya sakral atau dianggap suci dan bernilai oleh kalangan masyarakat suku atau etnis tertentu. Kegiatan-kegiatan yang telah diwariskan turun-temurun dan dianggap sakral biasa disebut sebagai budaya. Selain berupa kegiatan-kegiatan budaya dapat berupa aturan-aturan, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku didalam suatu kalangan suku atau etnis. Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan etnis memiliki berbagai macam budaya yang unik dan memiliki keistimewaan sendiri. Manusia sebagai mahluk yang hidup dalam suatu suku atau etnis khususnya diIndonesia merupakan pelaku utama budaya-budaya yang ada di dalam Nusantara itu, maka karena itu manusia adalah mahluk budaya 

1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari makalah ini adalah, sebagai berikut.
            Bagaimana manusia sebagai makhluk budaya?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat di peroleh dari makalah ini, sebagai berikut.
1. Mengetahui tentang makna makhluk yang berbudaya
2. Mengetahui problematika budaya





BAB II
LANDASAN TEORI 



2.1 Manusia
Pada sub bab ini akan dijelaskan macam-macam teori dari berbagai referensi yang berhubungan dengan manusia, berikut adalah penjelasannya.

2.1.1 Pengertian Manusia
Secara umum manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan  dan selalu ingin berinteraksi dengan orang lain. Manusia itu sendiri dapat dikatakan sebagai makhluk yang kreatif, idealis, bermoral, dan berkemauan bebas. 
Menurut Drijarkara dalam bukunya Filsafat Manusia (1969: 7), mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Maksutnya adalah manusia mengolah, mengoah diri sendiri, melakukan ataupun menghadapi apa yang akan ia lakukan serta mengangkat ataupun merendahkan dirinya sendiri. Manusia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu berubah dan merubah manusia. 

2.2 Budaya
Pada sub bab ini akan dijelaskan macam-macam teori dari berbagai referensi yang berhubungan dengan budaya, berikut adalah penjelasannya.

2.2.1 Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “Buddhayah “ , yang merupakan bentuk jamak. Dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapatdiartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budhi atau akal”. Daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Culture merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan (Mengolah tanah atau bertani). Dari asal arti tersebut yaitu “colere” kemudian “culture” diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam. Kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa.Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuahkelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistemide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-bendayang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda- benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasisosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalammelangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.2.2 Budaya sebagai sistem gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya. 
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.

2.2.3 Perwujudan Budaya

JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu:
·         Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
·         Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas:perilaku, bahasa dan materi.

a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.

b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.

c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.

Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.

Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).

2.2.4 Problematika Budaya
            Ini adalah beberapa problematika kebudayaan, sebagai berikut.

 1.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Contohnya : Keterkaitan orang Jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun-temurun diyakini sebagai pemberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya miskin.

  2.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksana pembangunan.
Contohnya : program Keluarga Berencana atau KB semua ditolak masyarakat, mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.

  3.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan factor psikologi atau kejiwaan.
Contohnya : Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa di tempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka di tempat yang lama.

   4.      Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Contohnya : Masyarakat  daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar, karena pengetahuannya terbatas, seolah-seolah tertutup untuk menerima program-program pembangunan.

   5.      Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Contohnya : Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa, yang menganggap hal-hal baru itu akan merusak  tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.

6.   Sikap Etnosentrisme
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsanya sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap semacam ini akan mudah memicu timbulnya kasus-kasus pertentangan  suku, agama, ras, dan antargolongan.
Contohnya : Kebudayaan yang berkembang dalam suatu wilayah seperti Indonesia sebagai Negara kepulauan kepulauan yang terdiri dari beberapa suku bangsa dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing kebudayaan itu dianggap sebagai satu ciri khas daerah lokal. Yang terkadang justru menimbulkan sikap etnosentrisme pada anggota masyarakat dalam memandang kebudayaan orang lain. Sikap etnosentrisme dapat menimbulkan kecenderungan perpecahan dengan sikap kelakuan yang lebih tinggi terhadap budaya lain.

7.      Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering kali disalahgunakan oleh manusia.
Contohnya : Nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, obat-obatan diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya banyak disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.





BAB III
PEMBAHASAN 


3.1 Manusia segai Makhluk Berbudaya
Pada sub bab ini akan dijelaskan berkaitan dengan manusia sebagai makhluk berbudaya, berikut adalah penjelasannya.

3.1.1 Pencipta dan Pengguna Kebudayaan
Budaya tercipta atau terwujud merupakan hasil interaksi antara manusia dengan segala isi yang ada di alam raya.Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dibekali oleh akal pikiran sehingga mampu untuk berkarya di muka bumi ini.Manusia juga memiliki akal, intelegensia, intuisi,  dan secara perasaan, emosi, kemauan, fantasi, dan perilaku.Dengan semua kemampuan yang dimiliki oleh manusia bisa menciptakan kebudayaan.Dengan kata lain Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama 
Dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya.sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai :
1.    Suatu pedoman antar manusia atau kelompoknya.
2.    Wadah untuk menyalurkan perasaan dan kemauan
3.    Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
4.    Pembeda manusia dengan binatan
5.    Petunjuk bagi manusia dalam bertindak dan bertingkah laku dalam    Pergaulan
6.    Sebagai modal dasar pembangunan


3.1.2 Hakikat Manusia sebagai makhluk berbudaya
Akal  dan pikiran yang dimiliki manusia adalah bagian dari budaya. Dengan akal dan pikirannya manusia dengan kegiatan akal dan pikirannya dapat mengubah dan menciptakan realitas melalui simbol-simbol atau sistem perlambangan. Contoh dari sistem perlambangan adalah bahasa yang melambangkan sesuatu berdasarkan sistem pola hubungan antara benda, tindakan, dan sebagainya dengan apa yang dilambangkan. Bahasa tidak hanya yang verbal tapi juga berupa tulisan, lukisan, tanda atau isyarat. Karena kegiatan berpikir manusia ini budaya tercipta. Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.

Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya. Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.







BAB IV
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
            Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Problematika kebudayaan dan peradaban timbul akibat globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting- kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia.








                                                    DAFTAR PUSTAKA    
  
Aufar, Ibnu.2012.Ilmu Budaya Dasar “Hakekat Manusia dan Budaya”. [online]. Tersedia: https://docs.google.com/document/d/1H6NFFrtWmQtghbLLiDXLkQ-NkZtdPmqoE9wLQeDGO40/edit?pli=1    [03 November 2015]

Dewi, Astuti,dkk.2013.Manusia sebagai Makhluk Berbudaya dan Beradap.[online]. Tersedia: https://www.academia.edu/6892330/Manusia_sebagai_Makhluk_Berbudaya_dan_Beradab  [03 November 2015]





Minggu, 25 Oktober 2015

#PPT Ketahanan Nasional - PKN

Senin, 12 Oktober 2015

#ISD Hak Perlindungan Anak

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah s.w.t karena berkat dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Hak Perlindungan Anak”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk mengembangkan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Depok, 12 Oktober 2015
Penyusun,





Ega Prasetianti










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Hak Asasi Manusia ................................................. 2
2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia ............................ 2
2.1.2 Macam-macam Hak Asasi Manusia .................... 2
2.1.3 Ciri Khusus Hak Asasi Manusia ........................... 2
2.2 Perlindungan Anak .................................................. 2
2.2.1 Definisi Anak dalam Aspek Hukum ...................... 2
2.2.2 Pengertian Hak Perlindungan Anak ..................... 2
2.2.3 Usaha Perlindungan Anak .................................... 2
2.2.4 Pelanggaran Perlindungan Anak .......................... 2

BAB III METODE DAN TEKNIK
3.1 Waktu dan Tempat .................................................. 3
3.2 Metode Pengumpulan Data ..................................... 3

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pelanggaran Perlindungan Anak ............................. 4
4.1.1 Pengabaian Terhadap Anak ................................. 4
4.1.2 Kekerasan Terhadap Anak ................................... 4

BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................. 5
4.2 Saran ....................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Indonesia merupakan negara yang menegakkan hak asasi manusia bagi setiap warganya.  Hak asasi manusia sendiri ialah hak dasar yang dibawa sejak lahir yang berlaku universal pada semua manusia karena dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. HAM berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa.
Salah satu bagian dari hak asasi manusia ialah perlindungan anak. Anak merupakan salah satu pihak yang rentan mengalami objek pelanggaran Hak Asasi. Bentuk HAM tersebut penting untuk dijamin perlindungan dan penegakan karena anak adalah termasuk subyek dan warga negara yang berhak atas perlindungan hak konstitusionalnya dari serangan orang lain, termasuk menjamin peraturan perundang-undangan yang pro hak anak. Pelanggaran HAM pada anak-anak dapat terjadi saat hak anak di abaikan. Setiap anak berhak untuk hidup, mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan apa yang ia butuhkan.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari makalah ini adalah, sebagai berikut.
1. Bagaimana pelanggaran hak perlindungan anak?

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat di peroleh dari makalah ini, sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami tentang hak asasi manusia
2. Mendapatkan wawasan tentang hak perlindungan anak
3 Mengetahui contoh dan dampak dari pelanggaran hak perlindungan anak






BAB II
LANDASAN TEORI 

2.1 Hak Asasi Manusia
Pada sub bab ini akan dijelaskan macam-macam teori dari berbagai referensi yang berhubungan dengan hak asasi manusia, berikut adalah penjelasannya.

2.1.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
            Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannya lahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa hak asasi manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara.
            Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang alami. Artinya, hak asasi manusia yang dimiliki oleh manusia sifatnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga besifat suci.
            Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer),dan negara.

2.1.1 Macam Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ada bermacam-macam hak asasi manusia. Secara garis besar, hak-hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi enam macam, sebagai berikut.
1.    Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi pribadi ini sebagai berikut.
a)       Hak kebebasan untuk bergerak, berpergian, dan berpindah-pindah tempat.
b)       Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
c)       Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
d)       Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2.    Hak Asasi Politik (Political Rights)
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
a)       Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
b)       Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
c)       Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
d)       Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

3.    Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
a)       Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
b)       Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
c)       Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4.    Hak Asasi Ekonomi (Property Rigths)
Hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini sebagai berikut.
a)       Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
b)       Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
c)       Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang piutang.
d)       Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
e)       Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

5.    Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan ini sebagai berikut.
a)       Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
b)       Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.

6.    Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights)
Hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial budaya ini sebagai berikut.
a)        Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
b)        Hak mendapatkan pengajaran.
c)        Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

2.1.2 Ciri Khusus Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai berikut.
1.     Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan.
2.    Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, sosial, dan budaya.
3.    Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.
4.    Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.

2.2 Perlindungan Anak
           Pada sub bab ini akan dijelaskan macam-macam referensi yang berhubungan dengan perlindungan anak, berikut adalah penjelasannya.

2.2.1 Definisi Anak dalam Aspek Hukum
            Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti penting bagi orang tuanya. Anak mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasa, kebanggaan dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orangtuanya yang telah memberikan keturunan yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan ekstensi hidupnya.

Definisi anak menurut beberapa ilmu atau aspek hukum yang ada, sebagai berikut.
1.             Menurut Hukum Perdata
            Hukum perdata menjamin hak-hak dasar bagi seorang anak sejak lahir atau bahkan masih dalam kandungan. Dalam hukum perdata, pengertian anak yang dimaksudkan pada pengertian “belum dewasa”, karena menurut hukum perdata seorang anak yang belum deasa suda bisa mengurus kepentingan-kepentingan keperdataannya. Menurut pasal 330 KUHPer belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu setelah kawin. Dalam artian belum bisa bersikap tindak atau berperikelakuan yang sesuai dimata hukum.

2.         Menurut UU No. 23 Tahun 2002 (Perlindungan Anak)
            Hukum perlindungan anak menggunakan dasar hukum yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2001 tentang Perlindungan Anak, pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maksut dari dalam kandungan yaitu berarti kepentingan akan mengupayakan perlindungan terhadap anak sudah mulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan hinggal berusia delapan belas tahun,

3.             Menurut UU No. 4 Tahun 1979 (Kesejahteraan Anak)
            Anak merupakan tunas bangsa dan potensi serta penerus cita-cita perjuangan bangsa yang rentang terhadap perkembangan zaman dan perubahan lingkungan dimasa hal tersebut bisa mempengaruhi kondisi jiwa dan psikologisnya.

2.2.2 Pengertian Hak Perlindungan Anak
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2.2.3 Usaha Perlindungan Anak
        Dalam upaya pemenuhan hak-hak anak, maka pemerintah mengimplementasikannya ke dalam Hukum Nasional Indonesia. Pemerintah segera membentuk Undang – undang Nasional yang sesuai dengan kaidah Konvensi Hak-hak Anak Internasional disertai dengan penegakan hak-hak anak tersebut dengan ketentuan Undang-undang. Perundang-undangan yang telah disusun pemerintah dalam penegakan hak-hak anak, hal ini ditandai dengan lahirnya Undang – Undang RI Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak.

1.      Hak Sipil
Bentuk pemeliharaan yang mencangkup hak persamaan dan kebebasan, hak ini adalah hak yang menempatkan anak jalanan sebagai anak yang bermartabat dan memiliki hak kebebasan untuk berkembang dan berekspresi. Terutama hak mendapatkan perlindungan tempat yang layak sebagai tempat beristirahat dan berlindung, hak mendapatkan pelayanan kesehatan, hak mendapatkan makanan, pakaian dan kebutuhan penunjang lannya tanpa diskriminasi.

2.      Hak Kesehatan
Untuk menjamin perlindungan hak anak terhadap kesehatan, maka pemerintah menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan secara komprehensif didukung oleh peran masyarakat. Upaya tersebut meliputi, yaitu protis, preventif, kuratif dan rehabilitas.

3.      Hak Pendidikan
Hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran erupakan fase tersendiri dalam kehidupan anak. Untuk menjamin hak anak dalam pendidikan maka pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal sembilan tahun untuk semua anak.

4.      Hak Sosial
Dalam hal ini, undang-undang mewajibkan pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar dan anak jalanan, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga. Dalam pelaksanaan tugas tersebut lembaga dapat mengadakan kerja sama dengan berbagai piak yang terkait. Kewajiban pemerintah disini adalah menyelenggarakan dan membantu anak agar dapat berpartisipasi, bebas menyatakan pendapat dan befikir sesuai dengan nurani maupun agamanya, bebas menerima informasi lisan dan tertulis sesuai degan tahap usia dan perkembangan anak.

Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu:
1.             Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21).
2.             Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 22).
3.             Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23).
4.             Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).

Kewajiban tanggung jawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu:
1.             Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.
2.             Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
3.             Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
  
2.2.4 Pelanggaran Perlindungan Anak
             Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak memiliki hak khusus menurut hukum internasional dan hukum Indonesia dan pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk melindungi anak–anak dari eksploitasi dan segala tindak kekerasan.

Berikut ini adalah beberapa jenis kekerasan yang biasa terjadi pada anak, yaitu.
1.             Kekerasan fisik
Kekerasan jenis ini adalah menampar, menendang, memukul, mencekek, mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih parah.
2.             Kekerasan psikis
Kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali. Dampak kekerasan  jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah penggunaan kata-kata kasar penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan anak didepan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam membuat keputusan (Decission making).
3.             Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual yang dialami termasuk pelecehan seksual seperti diraba-raba, diajak melakukan hubungan seksual, disodomi dan dipaksa melakukan hubungan seksual dan lain sebagainya.
4.             Kekerasan Ekonomi
Pada anak-anak kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak bahkan dapat pula berupa tindakan kriminal seperti pemalakan, pencopetan dan lain-lain kian merebak terutama diperkotaan.






BAB III
METODE DAN TEKNIK

4.1 Waktu dan Tempat
            Penyusunan makalah ini dilaksanakan pada tangga  9 Oktober 2015 hingga 11 Oktober 2015 di perumahan Mandala yang berlokasikan di Depok.

4.2 Metode Pengumpulan Data
            Metode yang digunakan oleh penulis dalam makalah ini adalah metode pengumpulan data melalui beberapa referensi yang berkaitan dengan materi makalah.






BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pelanggaran Perlindungan Anak
   Pada sub bab ini akan dijelaskan macam-macam pembahasan dari berbagai referensi yang berhubungan dengan pelanggaran perlindungan anak, berikut adalah penjelasannya.

4.1.1 Pengabaian Anak
   Biasanya para orang tua yang menikah muda, sang istri merasa menjadi tawanan yang tidak bebas berkumpul,  maka pengasuhan bayi sepenuhnya diserahkan kepada baby-sitter. Dampak pada adalah pada dasarnya bayi memilih untuk melekat kepada ibunya seperti disentuh, dibelai dan dipeluk oleh sang ibu, dari pengalaman ini bayi menumbuhkan cinta dalam hati, membangun rasa percaya diri terhadap orang lain dan tumbuhnya rasa aman. Tetapi anak yang dengan riwayat diabaikan  beresiko mengalami masalah emosi dan bahkan kejiawaan seperti mudah cemas, depresi, sulit percaya pada orang lain dan merasa tidak nyaman. Diusia muda anak menolak dan melawan pengasuhnya, bingung , gelisah atau cemas. Di usia 6 tahun, anak tidak berlaku layaknya anak, ia ingin mendapatkan perhatian dengan cara melayani orangtuanya. Orang tua diharapkan berkonsultasi pada psikolog untuk mengkaji kembali perkawinannya dan untuk apa mempunyai anak serta mengubah pola pikir dan juga periksakan anak ke dokter untuk mengetahui tumbuh kembangna serta status gizinya, penuhi kebutuhan anak untuk menumbuhkan rasa percaya dan rasa aman.


4.1.2 Kekerasan Anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan luka psikologis yang berkepanjangan. Trauma yang akan didapat oleh korban kekerasan dalam jangka panjang , yaitu.
1.             Murung dan depresi. Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis, seperti menjadi anak yang memiliki gangguan tidur dan makan, terkadang disertai dengan penurunnan berat badan. Dampaknya adalah anak menjadi pemurung, pendiam dan menarik diri dari lingkungan yang menjadi sumber trauma.
2.             Mudah menangis. Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak aman dengan lingkungannya. Karena ia kehilangan figur yang bisa melindunginya. Kemungkinan besar, anak menjadi sulit percaya dengan orang lain.
3.             Melakukan tindak kekerasan pada orang lain. Semua ini anak dapat karena ia melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu. Ia belajar dari pengalamannya kemudian bereaksi sesuai yang ia pelajari.
4.             Secara kognitif anak bisa mengalami penurunan.  Akibat dari penekanan kekerasan psikologisnya atau bila anak mengalami kekerasan fisik yang mengenai bagian kepala, hal ini malahbisa mengganggu fungsi otaknya.

4.1.3 Pengetahuan Memberikan Perlindungan Anak
            Dalam memberikan perlindungan kepada anak, diperlukan juga pengetahuan seputar perlindungan anak. Hal ini ditujukan agar dalam perlindungan anak tidak membuat anak kehilangan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari. Berikut pengetahuan yang dapat membantu dalam memberikan perlindungan anak, sebagai berikut.
1.             Setiap anak harus mempunyai kesempatan untuk tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jika keluarga tidak mampu memelihara dan mengasuh anak, pihak pemangku kepentingan harus melakukan upaya untuk mengetahui penyebabnya dan menjaga keutuhan keluarga.
2.             Setiap anak mempunyai hak untuk mempunyai nama dan kewarganegaraan. Pencatatan kelahiran (akte kelahiran) anak membantu kepastian hak anak untuk mendapat pendidikan, kesehatan serta layanan-layanan hukum, sosial, ekonomi, hak waris, dan hak pilih. Pencatatan kelahiran adalah langkah pertama untuk memberikan perlindungan pada anak.
3.             Anak perempuan dan anak laki-laki harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi. Termasuk ketelantaran fisik, seksual dan emosional, pelecehan dan perlakuan yang merugikan bagi anak seperti perkawinan anak usia dini dan pemotongan/perusakan alat kelamin pada anak perempuan. Keluarga, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk melindungi mereka.
4.             Anak-anak harus mendapat perlindungan dari semua pekerjaan yang membahayakan. Bila anak bekerja, dia tidak boleh sampai meninggalkan sekolah. Anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam bentuk pekerjaan yang terburuk sepertiperbudakan, kerja paksa, produksi obat-obatan atau perdagangan anak.
5.             Anak perempuan dan laki-laki berisiko mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi di rumah, sekolah, tempat kerja atau masyarakat. Hukum harus ditegakkan untuk mencegah pelecehan seksual dan eksploitasi. Anak-anak yang mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi perlu bantuan segera.
6.             Anak-anak rentan terhadap perdagangan orang jika tidak ada perlindungan yang memadai. Pemerintah, swasta, masyarakat madani dan keluarga bertanggung jawab mencegah perdagangan anak sekaligus menolong anak yang menjadi korban untuk kembali ke keluarga dan masyarakat.
7.             Tindakan hukum yang dikenakan pada anak harus sesuai dengan hak anak. Menahan atau memenjarakan anak seharusnya menjadi pilihan terakhir. Anak yang menjadi korban dan saksi tindakan kriminal harus mendapatkan prosedur yang ramah anak.
8.             Dukungan dana dan pelayanan kesejahteraan sosial, dapat membantu keutuhan keluarga dan anak-anak yang tidak mampu untuk tetap bersekolah serta mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
9.             Semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan usianya, didengarkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka. Pemenuhan hak anak seharusnya memberi kesempatan pada anak untuk berperan aktif dalam perlindungan diri mereka sendiri dari pelecehan, kekerasan, dan eksploitasi sehingga mereka dapat menjadi warga masyarakat yang aktif.






BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setiap orang mempunyai hak yang sama dimata hukum dan tidak pandang bulu maupun tidak pandang umur. Hak yang dimiliki oleh setiap orang adalah hak asasi manusia. Hak tersebut bisa berupa hak untuk bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri, hak untuk berpartisipasi maupun mengeluarkan pendapat, hak untuk bebas memilih. Karena setiap manusia mempunyai hak masing-masing tanpa membeda-bedakan status sosial ataupun umur, maka anak pun mempunyai haknya tersendiri.
Hak yang dimiliki oleh anak selain dari hak asasi manusia, yaitu hak perlindungan anak. Hak tersebut bisa berupa hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasisi dan mendapat perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi. Negara, pemerintah, keluarga maupun kerabat dekat anak berkewajiban untuk mendukung atau mengupayakan agar perlindungan anak da[at tercapai. 
Segala bentuk pelanggaran perlindungan anak dapat membuat anak mengalami masalah psikologi yang memungkinkan berdampak secara berkepanjangan. Pengabaian dan kekerasan adalah beberapa contoh dari pelanggaran pegabaian anak.


4.2 Saran
            Adapun saran dari pelanggaran hak perlindungan anak, yaitu.
1. Setiap orang mengerti bahwa orang lain mempunya haknya tersendiri.
2. Setiap orang berhak untuk menuntut haknya jika hak tersebut telat dirusak ataupun diganggu oleh orang lain.
3. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari keluarga maka dari itu keluarga harus mengerti bahwa anak memerlukan apa yang dia butuhkan.
4. Setiap orang tua harus memikirkan kondisi sang anak jika melakukan sesuatu yang akan membawa perlakuan pelanggaran hak perlindungan anak






                                                    DAFTAR PUSTAKA      

     Chakim, Lutfi. 2012. Perlindunga terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum. [online]. Tersedia : http://www.lutfichakim.com/2012/12/perlindungan-terhadap-anak-yang.html    [ 9 Oktober 2015]

     UPN. Pengertian Umum Tentang Anak, Pertanggung Jawaban Pidana dan Kelalaian. [online]. Tersedia : http://library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hukum/206712019/bab2.pdf  [9 Oktober 2015]

  Mulyadi, Mohammad. 2013. Pelanggaran Hak Anak. [online]. Tersedia  : http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-V-6-II-P3DI-Maret-2013-30.pdf    [9 Oktober 2015]

  Ayahbunda. Trauma Pada Anak Akibat Kekerasan. [online]. Tersedia : http://www.ayahbunda.co.id/bayi-psikologi/trauma-pada-anak-akibat-kekerasan  [10 Oktober 2015]

       Sabur, Muh Ilmi Ikhsan. 2014. Pengertian dan definisi ham. [online]. Tersedia     :  http://www.smansax1-edu.com/2014/10/pengertian-hak-asasi-manusia.html     [9 Oktober 2015]