Kalimantan
Barat adalah salah satu daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis.
Konflik-konflik ini telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. catatan dari Prof
Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, Guru Besar Sosiologi Universitas Tanjungpura
(Untan), konflik etnis di Kalbar sudah terjadi 12 kali.
Salah
satu Konflik yang terjadi di Kalimantan Barat adalah konflik antara Melayu
sambas dan Madura pada tahun 1999. Kita sering mendengar konflik ini disebut
dengan Konflik sambas. Terdapat banyak versi mengenai awal mula konflik
berkepanjangan ini. Salah satunya yaitu versi yang mengatakan bahwa awal
peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura
yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku melayu yang kemudian
dengan adanya serangan suku Madura terhadap suku melayu yang lagi melaksanakan
sholat idul fitri yang menyebabkan 3 orang tewas
Setelah itu, menyusul pertikaian antara Melayu
dan Dayak dengan Madura di Kabupaten Sambas pada tahun 1999. Konflik yang ini
menjadi lebih parah, sebab ribuan masyarakat Madura di Sambas harus
diungsikan ke berbagai lokasi di Kodya Pontianak dan Singkawang. Dan hingga
kini,pengungsi tetap dibiarkan bertahan dalam kamp pengungsian dan rumah keluarga
sekaligus bergulat dengan 1.001 penderitaan.
Menelusuri
Akar terjadinya Konflik pada sambas ini,
banyak aspek yang memicu konflik antar kelompok masyarakat di Sambas ini
terjadi. Kemarahan dan percampuran dendam sebagai akibat dari kecemburuan
sosial, sikap kaum Madura, serta perasaan kaum Melayu yang merasa merasa
tidak ditempatkan sebagai masyarakat yang memiliki hak sepenuhnya atas tanah
dan lingkungan dimana mereka hidup membuat konflik semakin memanas. Perbedaan
budaya, dimana masing–masing kelompok berusaha mempertahankan apa yang menjadi budaya
dan identitas kelompoknya menjadi konflik tersendiri dalam pertarungan antara
Melayu dengan Madura. Suku bangsa Melayu yang cenderung lebih suka mengalah dan
lemah lembut tapi lama kelamaan juga panas juga karena sikap dan budaya suku Madura
yang cenderung keras dan menggunakan kekerasan sebagai sarana pemecahan
masalah. Ketidakmampuan suku bangsa Madura untuk beradaptasi dengan
lingkungannya menyebabkan mereka semakin eksklusif dan rela melakukan
segala hal jika sesuatu yang buruk terjadi dengan kelompoknya. Berbeda dengan
suku Melayu yang cenderung berusaha menghindari konflik, suku Madura
melanggengkan adat “carok”nya jika terjadi permasalahan. Bahkan dendam semakin
memuncak tatkala Madura menyebut suku Melayu dengan sebutan “Melayu Kerupuk”
atas rasa takutnya jika menghadapi masalah
Harus
diakui, semakin beruntunnya konflik etnis di Kalimantan Barat, khususnya
selama tahun-tahun terakhir, telah melahirkan bibit permusuhan antarkelompok
masyarakat begitu subur berkembang. Benih kecurigaan telah bertebaran di
mana-mana. Masyarakat sendiri semakin sulit membedakan persoalan pribadi
maupun kelompok. Suasana hidup diKalimantan Barat, khususnya di Kabupaten
Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak dan Kota Pontianak pun menyerupai
api dalam sekam.
Sebenarnya
masyarakat Madura dan Kalimantan Barat memiliki hubungan sejarah. Pada
awal abad ke-18 saat perang melawan Kerajaan Riau, sejumlah sukarelawan
asal Madura yang tergabung dalam pasukan Kerajaan Mataram secara khusus
ditugaskan ke Kalbar untuk membantu Kerajaan Sambas. Setelah pertempuran
berakhir, sejumlah sukarelawan Madura tidak bersedia kembali ke tanah
asalnya. Mereka memilih bertahan di Sambas, lalu menikah dengan gadis
Melayu setempat.
Kedatangan
berikutnya pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1902. Setelah itu, eksodus
masyarakat Madura secara swakarsa tersebut makin marak hingga saat ini. Di
Kalbar, mereka umumnya bekerja sebagai petani, buruh kasar, peternak dan
pedagang. Pilihan pekerjaan ini disebabkan tingkat pendidikan mereka rata-rata
tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Di mata penduduk asli Kalbar, masyarakat
Madura dinilai rajin, ulet dan terampil dalam memelihara tanaman serta
hewan. Seekor sapi yang sebelumnya sangat kurus, setelah dipelihara serta
dirawat orang Madura selama beberapa pekan, langsung gemuk. Maka tak
heran, kalau kebutuhan daging sapi di Kalbar sebagian besar dipasok
masyarakat Madura setempat.
Akar
persoalan selanjutnya, kata mereka, terletak pada tak adanya kepastian hukum. Kalau
terjadi kecelakaan, pencurian atau perkelahian, aparat penegak hukum tidak
serius menindaknya. Bahkan, memberi peluang bagi pelaku terbebas dari
segala tuntutan hukum. Sebagai kompensasi, mereka diberikan sejumlah uang.
Salah
satu bukti kasus Pontianak 25-27 Oktober 2000 lalu. Kasus itu hingga kini
sepertinya hendak didiamkan, sebab belum satu pelaku utama atau provokator yang
ditangkap atau diseret ke pengadilan. Sebanyak 13 berkas perkara yang
dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Pontianak pertengahan November 2000
silam, dengan pelakunya adalah mereka yang kedapatan membawa senjata tajam
saat sweeping aparat TNI/Polri.
Terdapat
tiga langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaian kasus sambas menurut
Komnas HAM, seperti penyelesaian jangka pendek, menengah dan panjang.
Program
jangka pendek yaitu menciptakan ketenangan dan suasana sejuk. Karena menurut
Bambang segala sesuatu jika ingin diusut dalam suasana kacau balau tentu tidak
akan bisa.
Progam
jangka menengah adalah menyangkut pengungsi. Karena perlu diperhatikan apakah
hidup pengungsi sudah cukup layak, dari fisik maupun mentalnya. Perlu
dipikirkan juga dikemanakankah para pengungsi tersebut.
Program
jangka panjang adalah upaya mengantisipasi apabila timbul kejadian-kejadian
serupa di lain hari.
Referensi:
Reocities.
Kasus Sambas Sangat Kompleks.[online]. Tersedia : http://reocities.com/Area51/Vault/1534/april/23/berita35724.htm
Wawa,
Jannes Eudes.2000.Konflik Etnis di Kalimantan Barat.[online]. Tersedia: http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/12/19/0052.html
Suparlan,
Parsudi.2009.Konflik Antar Sukubangsa Melayu, Dayak dengan Madura di Kab.
Sambas, Kalbar.[online]. Tersedia: http://etnobudaya.net/2009/09/29/konflik-antar-sukubangsa-melayu-dan-dayak-dengan-madura-di-kab-sambas-kalbar/
Abdurrahman,
Hasanudiin. 1999.Fw: Analisa Sambas.[online].Tersedia: https://www.mail-archive.com/indonews@indo-news.com/msg01749.html