Rabu, 02 Desember 2015

#ISD Kemajemukan di Indonesia dari Segi Pendekatan Konflik - Konflik Sambas

Kalimantan Barat adalah salah satu daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis. Konflik-konflik ini telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. catatan dari Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie, Guru Besar Sosiologi Universitas Tanjungpura (Untan), konflik etnis di Kalbar sudah terjadi 12 kali. 

Salah satu Konflik yang terjadi di Kalimantan Barat adalah konflik antara Melayu sambas dan Madura pada tahun 1999. Kita sering mendengar konflik ini disebut dengan Konflik sambas. Terdapat banyak versi mengenai awal mula konflik berkepanjangan ini. Salah satunya yaitu versi yang mengatakan bahwa awal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku melayu yang kemudian dengan adanya serangan suku Madura terhadap suku melayu yang lagi melaksanakan sholat idul fitri yang menyebabkan 3 orang tewas

   Setelah itu, menyusul pertikaian antara Melayu dan Dayak dengan Madura di Kabupaten Sambas pada tahun 1999. Konflik yang ini menjadi lebih parah, sebab ribuan masyarakat Madura di Sambas harus diungsikan ke berbagai lokasi di Kodya Pontianak dan Singkawang. Dan hingga kini,pengungsi tetap dibiarkan bertahan dalam kamp pengungsian dan rumah keluarga sekaligus bergulat dengan 1.001 penderitaan. 

Menelusuri Akar terjadinya Konflik  pada sambas ini, banyak aspek yang memicu konflik antar kelompok masyarakat di Sambas ini terjadi. Kemarahan dan percampuran dendam sebagai akibat dari kecemburuan sosial, sikap kaum Madura, serta perasaan kaum Melayu yang merasa merasa tidak ditempatkan sebagai masyarakat yang memiliki hak sepenuhnya atas tanah dan lingkungan dimana mereka hidup membuat konflik semakin memanas. Perbedaan budaya, dimana masing–masing kelompok berusaha mempertahankan apa yang menjadi budaya dan identitas kelompoknya menjadi konflik tersendiri dalam pertarungan antara Melayu dengan Madura. Suku bangsa Melayu yang cenderung lebih suka mengalah dan lemah lembut tapi lama kelamaan juga panas juga karena sikap dan budaya suku Madura yang cenderung keras dan menggunakan kekerasan sebagai sarana pemecahan masalah. Ketidakmampuan suku bangsa Madura untuk beradaptasi dengan lingkungannya menyebabkan mereka semakin eksklusif dan rela melakukan segala hal jika sesuatu yang buruk terjadi dengan kelompoknya. Berbeda dengan suku Melayu yang cenderung berusaha menghindari konflik, suku Madura melanggengkan adat “carok”nya jika terjadi permasalahan. Bahkan dendam semakin memuncak tatkala Madura menyebut suku Melayu dengan sebutan “Melayu Kerupuk” atas rasa takutnya jika menghadapi masalah

Harus diakui, semakin beruntunnya konflik etnis di Kalimantan Barat, khususnya selama tahun-tahun terakhir, telah melahirkan bibit permusuhan antarkelompok masyarakat begitu subur berkembang. Benih kecurigaan telah bertebaran di mana-mana. Masyarakat sendiri semakin sulit membedakan persoalan pribadi maupun kelompok. Suasana hidup diKalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, Pontianak dan Kota Pontianak pun menyerupai api dalam sekam. 

Sebenarnya masyarakat Madura dan Kalimantan Barat memiliki hubungan sejarah. Pada awal abad ke-18 saat perang melawan Kerajaan Riau, sejumlah sukarelawan asal Madura yang tergabung dalam pasukan Kerajaan Mataram secara khusus ditugaskan ke Kalbar untuk membantu Kerajaan Sambas. Setelah pertempuran berakhir, sejumlah sukarelawan Madura tidak bersedia kembali ke tanah asalnya. Mereka memilih bertahan di Sambas, lalu menikah dengan gadis Melayu setempat. 

Kedatangan berikutnya pada awal abad ke-20, sekitar tahun 1902. Setelah itu, eksodus masyarakat Madura secara swakarsa tersebut makin marak hingga saat ini. Di Kalbar, mereka umumnya bekerja sebagai petani, buruh kasar, peternak dan pedagang. Pilihan pekerjaan ini disebabkan tingkat pendidikan mereka rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Di mata penduduk asli Kalbar, masyarakat Madura dinilai rajin, ulet dan terampil dalam memelihara tanaman serta hewan. Seekor sapi yang sebelumnya sangat kurus, setelah dipelihara serta dirawat orang Madura selama beberapa pekan, langsung gemuk. Maka tak heran, kalau kebutuhan daging sapi di Kalbar sebagian besar dipasok masyarakat Madura setempat. 

Akar persoalan selanjutnya, kata mereka, terletak pada tak adanya kepastian hukum. Kalau terjadi kecelakaan, pencurian atau perkelahian, aparat penegak hukum tidak serius menindaknya. Bahkan, memberi peluang bagi pelaku terbebas dari segala tuntutan hukum. Sebagai kompensasi, mereka diberikan sejumlah uang. 

Salah satu bukti kasus Pontianak 25-27 Oktober 2000 lalu. Kasus itu hingga kini sepertinya hendak didiamkan, sebab belum satu pelaku utama atau provokator yang ditangkap atau diseret ke pengadilan. Sebanyak 13 berkas perkara yang dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Pontianak pertengahan November 2000 silam, dengan pelakunya adalah mereka yang kedapatan membawa senjata tajam saat sweeping aparat TNI/Polri.

Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan untuk penyelesaian kasus sambas menurut Komnas HAM, seperti penyelesaian jangka pendek, menengah dan panjang.

Program jangka pendek yaitu menciptakan ketenangan dan suasana sejuk. Karena menurut Bambang segala sesuatu jika ingin diusut dalam suasana kacau balau tentu tidak akan bisa.

Progam jangka menengah adalah menyangkut pengungsi. Karena perlu diperhatikan apakah hidup pengungsi sudah cukup layak, dari fisik maupun mentalnya. Perlu dipikirkan juga dikemanakankah para pengungsi tersebut.

Program jangka panjang adalah upaya mengantisipasi apabila timbul kejadian-kejadian serupa di lain hari.

Referensi:

Reocities. Kasus Sambas Sangat Kompleks.[online]. Tersedia :  http://reocities.com/Area51/Vault/1534/april/23/berita35724.htm
Wawa, Jannes Eudes.2000.Konflik Etnis di Kalimantan Barat.[online]. Tersedia: http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/12/19/0052.html
Suparlan, Parsudi.2009.Konflik Antar Sukubangsa Melayu, Dayak dengan Madura di Kab. Sambas, Kalbar.[online]. Tersedia: http://etnobudaya.net/2009/09/29/konflik-antar-sukubangsa-melayu-dan-dayak-dengan-madura-di-kab-sambas-kalbar/
Abdurrahman, Hasanudiin. 1999.Fw: Analisa Sambas.[online].Tersedia: https://www.mail-archive.com/indonews@indo-news.com/msg01749.html