Sumber :
Ketika si Fobia Harus Mengandung
http://health.detik.com/read/2010/03/12/170853/1317352/764/ketika-si-fobia-hamil-harus-mengandung
[Diakses : 08 - Mei - 2016 20:33]
Ketika si Fobia Harus Mengandung
http://health.detik.com/read/2010/03/12/170853/1317352/764/ketika-si-fobia-hamil-harus-mengandung
[Diakses : 08 - Mei - 2016 20:33]
London, Jessie Hewitson punya mimpi
buruk bagaimana horornya suatu kehamilan sejak masih usia belasan tahun.
Ketakutan yang berlebihan pada hamil membuatnya menjadi fobia karena yakin
tidak bisa menoleransi rasa sakit saat melahirkan. Sejak saat itu, setiap
melihat wanita hamil Jessie menjadi panik, tangannya gemetar dan perasaannya
menjadi sangat ketakutan. Tapi si fobia hamil itu kini malah sedang mengandung.
Kehamilannya membuat Jessie menjadi sangat depresi. Jessie menjadi sering
bingung, sering kontraksi dan selalu bertanya kenapa dia membiarkan dirinya
menjadi hamil. Jessie yang sedang mengandung 6 bulan ini pernah dirawat di
rumah sakit karena mendapat serangan ketakutan yang berlebihan atas
kehamilannya. Sampai kini dia harus berjuang mengatasi depresinya yang semakin
bertambah karena bayangan tak mampu melahirkan.
(mer/ir)
Fobia hamil biasanya paling
banyak dialami oleh korban perkosaan. Tapi kini banyak perempuan yang juga
mengalami fobia hamil. Yang lebih ekstrem kadang ketika hamil, si penderita
fobia ini melakukan olahraga yang berlebihan, meninju-ninju perutnya, minum
alkohol, merokok sehingga sering dihakimi oleh suami, keluarga dan orang-orang
di sekitarnya. Padahal mereka melakukan ini di luar kontrol ketakutan mereka
yang berlebih. Ada janin di tubuh membuat mereka sangat ketakutan.
Ketakutan yang ekstrem pada
persalinan atau tokophobia, pertama kali diidentifikasi pada tahun 2000 oleh Dr
Kristin Hofberg dan penemuannya sangat mengejutkan umum. Tokophobia dialami 1
dari 6 wanita.
Hofberg memisahkan pasien ke
dalam dua kategori, yaitu tokophobes (penderita tokophobia) primer dan
tokophobes sekunder. Tokophobes primer adalah ketakutan yang berlebihan pada
persalinan pertama. Sedangkan tokophobia sekunder adalah ketakutan yang timbul
karena adanya trauma terhadap persalinan sebelumnya. Yang membedakan tokophobia
dengan kecemasan ibu hamil hamil adalah rasa takut persalinan yang berlebihan.
Beberapa tokophobes berpikir mereka akan mati, yang lain membayangkan sesuatu
yang tak tertahankan bakal terjadi. Karakteristik yang paling umum adalah rasa
takut akan persalinan normal. Tapi bukan ketakutan pada persalinan melalui
pembedahan atau sesar. Namun ada beberapa wanita yang menganggap kedua proses
tersebut sama mengerikannya.
Bagi penderita fobia hamil,
bayi yang tumbuh di dalamnya perutnya sangat mengganggu aktifitas mereka,
sehingga mereka pun tidak ingin hamil. Psikoterapis Graham Price, yang telah
merawat banyak pasien dengan kondisi ini, mengatakan ada beberapa pemicu
tertentu yang menyebabkannya seperti korban perkosaan atau pengalaman
traumatis. Ketakukan para penderita fobia ini akan bertambah ketika mendengar
cerita persalinan yang mengerikan atau melihat langsung proses persalinan.
Tayangan televisi yang menunjukkan hal-hal negatif tentang persalinan juga
dapat memicu tokophobia.
Menurut Price, tokophobes
akan sangat keras mencoba untuk tidak hamil. Kebanyakan dari mereka selalu
menggunakan kontrasepsi setiap kali berhubungan, ada pula yang sangat panik
mengalami kehamilan dan berusaha untuk melakukan aborsi. "Saya membaca
semua tentang persalinan, tetapi saya takut hanya karena imajinasi liar ,"
kata Alison Ellerbrook, yang juga mengalami tokophobia pada kehamilan putri
pertamanya, seperti dilansir dari Guardian, Jumat (12/3/2010).
Menurut Alison, pada
trimester ketiga dia sering menangis dan gelisah. Dia panik dan bermimpi buruk
tentang persalinan. Dan pada saat persalinan dia menjadi sangat takut, kemudian
dokter mendiagnosanya dengan postnatal depression dan post-traumatic stress
disorder. Butuh waktu dua tahun untuk memulihkan kondisinya, dan kini dia takut
untuk melakukan persalinan kedua. Proses persalinan caesar sering dilakukan
pada tokophobes. Mayoritas wanita tentu saja tidak memiliki trauma persalinan.
Kebanyakan wanita mengalami hal yang sangat positif pada saat persalinan.
Mereka melawan rasa takut dan memahami bahwa tubuh wanita didesain untuk
melahirkan.
(mer/ir)
==========================================
Tanggapan :
Menurut saya, wajar jika para
perempuan mengalami rasa takut terhadap persalinan atau masa-masa kelahiran.
Ditambah dengan seringnya medengarkan banyak cerita dari para ibu yang telah
melahirkan seorang anak yang suka bercerita bahwa melahirkan butuh perjuangan
dan juga rasa sakit apalagi dengan proses kelahiran normal. Terkadang ada
sebagian perempuan yang sangat takut dan membayangkan berlebihan tentang proses
persalinan dan ada juga yang merasa takut dengan proses kelahiran anak pertama
yang benar-benar akan dijalani. Terkadang ada juga yang mengambil cara ceasar
agar tidak melewati masa-masa kelahiran normal agar tidak merasakan
sakit.
Saran :
Sebaiknya, para wanita
ataupun orang disekitarnya dapat melakukan beberapa hal dibawah ini agar dapat
mengatasi phobia terhadap kehamilan, sebagai berikut.
- Mencari informasi tentang persalinan atau kehamilan
Bagi para wanita yang telah
menikah atau suaminya harus memiliki pertimbangan tentang rencana untuk
mempunyai anak, dan mengetahui apa yang harus dilakukan jika saat si ibu sedang
hamil dan juga menyiapkan mental untuk proses persalinan yang akan berlangsung
nantinya. Mencari informasi dapat dikonsultasikan langsung pada pihak dokter
yang dapat menjelaskan lebih detail tentang persalinan tersebut sehingga tidak
mendapatkan informasi yang tidak benar. Konseling pada medis profesional yang
dapat membantu menghilangkan phobia tersebut juga dapat dilakukan.
- Berfikir positif
Walaupun mendengarkan
bagaimana proses persalinan dari orang yang telah melahirkan, ada baiknya jika
para ibu lebih berfikir positif bahwa kodratnya wanita adalah melahirkan
seorang anak dan anak merupakan rezeki dan amanah yang diberikan oleh tuhan
yang maha esa, disamping itu pula anak adalah hal yang ditunggutunggu oleh
seorang suami, mertua ataupun orangtuanya.
- Mendapatkan dukungan
Jika ada sanak keluarga yang
mengalamin tokophobia atau tokophobes alangkah baiknya diberikan dukungan
selama proses terapi yang dijalani. Suami juga harus memahami dan terebih
berperan penting terhadap ibu tersebut dan untuk tidak membanding-bandingkan
dengan orang lain "yang tidak mengalami tokopobia" sehingga sang
istri akan lebih relax dan optimis agar cepat mengalami masa penyembuhan
terhadap phobia tersebut.
- Keyakinan
Hal yang dapat dilakukan
selain diatas adalah yakin bahwa masa kehamilan akan tetap aman. Percaya
terhadap apa yang akan dijalanin dan pada saat persalinan tidak akan terjadi
apa-apa atau semua akan baik-baik saja.